Rabu, 18 Oktober 2017

Kode Etik Profesi Akuntansi

21.49 Posted by aghiadani No comments
Definisi Etika Menurut Para Ahli 
Menurut K. Bertens dalam buku pengantar etika bisnis, definisi etika dapat terbagi menurut tiga sudut pandang, yaitu etika sebagai praksis, etika sebagai refleksi, dan etika sebagai ilmu. 
Etika sebagai praktis adalah nilai nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekan atau justru tidak dipraktekan, walaupun seharusnya dipraktekan. Sehingga etika dalam sebagai praksis dapat dikatakan sebagai apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral yang dengan kata lain etika dalam sudut pandang praksis berarti moral atau moralitas. 
Etika sebagai refleksi berarti pemikiran moral. Dengan demikian maka dalam sudut pandan refleksi, kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang. Etika dalam sudut pandang ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah. 
Etika Sebagai Ilmu Mempunyai tradisi yang sudah lama. Tradisi ini sama panjangnya dengan sejarah seluruh filsafat. Karena etika dalam cabang ini merupakan suatu cabang filsafat. Karena itu etika sebagai ilmu sering disebut sebagai filsafat moral atau etika filosofis. Pada permulaan filsafat pada zaman Yunani kuno etika filosofis sudah mencapai mutu yang mengagumkan pada Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Tradisi tersebut berlangsung terus selama 25 abad lebih, sampai pada hari ini.
 Etika ini tidak hanya ada dalam kehidupan sosial tapi juga dalam profesi. Dalam dunia profesi etika lebih sering disebut dengan kode etik. Kode etik ini digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pekerjaan agar berjalan dengan baik.  Setiap profesi pun tentu saja memiliki kode etik tertentu, termasuk dalam hal ini profesi sebagai akuntan. Dimana etika tersebut mengatur bagaimana layaknya seorang akuntan melakukan pekerjaannya. Berikut penjabaran mengenai prinsip dasar dalam kode etik akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), antara lain:

1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.

3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan.
Selain itu juga memiliki ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.

6. Kerahasiaan
Prinsip ini menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Seorang akuntan berkewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.


8. Standar Teknis
Setiap kegiatan harus mengikuti standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, berkewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Pada Bank Mutiara Terhadap Nasabah Tahun 2012
Bank Mutiara tidak akan membayar sepeserpun kepada 27 nasabah yang menggugat melalui Pengadilan Negeri Surakarta ataupun nasabah lainnya dalam kasus pembelian reksadana Antaboga. Bank Mutiara berpegang pada hasil putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara gugatan Wahyudi Prasetio terhadap PT Bank Century, Tbk yang kini bernama PT Bank Mutiara, Tbk.
"Kami tidak akan membayar sepeserpun karena mereka bukan nasabah Bank Century, melainkan PT Antaboga Delta Securitas Indonesia. Tidak perlu menagih-nagih lagi karena tidak akan kami bayar. Kami pakai dasar kasus di Surabaya, MA memutuskan Bank Mutiara tidak perlu membayar gugatan nasabah," papar kuasa hukum Bank Mutiara, Mahendradatta, di Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (28/11/2012).
Mahendradatta didampingi Sekretaris Perusahaan Bank Mutiara Rohan Hafas. Menurut Mahendradatta, pihaknya akan mengajukan permohonan penundaan eksekusi kepada Pengadilan Negara (PN) Surakarta. Surat permohonan rencananya akan disampaikan hari Senin pekan depan.  
Salah satu nasabah, Sutrisno, yang tergabung dalam Forum Nasabah Bank Century, mengatakan, pihaknya telah mengajukan sita eksekusi kepada PN Surakarta karena Bank Mutiara dinilai tidak beritikad baik memenuhi putusan hukum untuk membayar nasabah. "Soal nasabah Antaboga yang dikatakan bukan nasabah Century itu lagu lama. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Surakarta itu terbantahkan," tutur Sutrisno.  
Kuasa hukum Forum Nasabah Bank Century Solo, Herkus Wijayadi, mengatakan, upaya peninjauan kembali tidak menghalangi sita eksekusi, terlebih hanya surat permohonan penundaan sita eksekusi. "Apa yang terjadi di Surabaya tidak bisa dijadikan yurisprudensi untuk kasus nasabah di kota lain karena kasusnya tidak persis sama. Kalau dikatakan ada nasabah yang tanda tangan perjanjian dengan kop PT Antaboga, di Solo tidak terjadi demikian dan itu sudah terbukti di pengadilan," ungkap Herkus.

Analisis
Berdasarkan kasus diatas kita dapat melihat dengan jelas bahwa Bank Mutiara melakukan pelanggaran dalam etika profesi dan tidak sesuai dengan prinsip dasar dalam kode etik yang seharusnya dijadikan pegangan.
1.    Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Seharusnya Bank Mutiara bertanggung jawab kepada semua pemakai baik produk maupun jasa dari bank. Pihak bank pun tidak memberi informasi kepada para nasabah jikalau produk yang ditawarkan bukan produk mereka dan mereka hanya memasarkan saja. Sehingga nasabah pun tidak tahu kemana meminta pertanggung jawaban kedepannya apabila ada risiko risiko yang terjadi.

2.    Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus Bank Mutiara  jelas terlihat bahwa tidak menunjukkan kepercayaan kepada para nasabah. Seharusnya pihak Bank Mutiara menjelaskan secara rinci, risiko-risiko yang dapat terjadi di masa yang akan dating terkait dengan produk yang ditawarkan, mengingat Bank Mutiara dan Antaboga merupakan entitas yang berbeda dan terpisah secara hukum. Namun, hal tersebut tidak dilakukan karena Bank Mutiara pada saat itu disinyalir ikut meraup untung atas kerjasamanya, serta tidak memikirkan risiko tersebut ke depan.

3.    Integritas 
Integritas adalah  prinsip yang melandasi kepercayaan publik. Pada kasus Bank Mutiara terhadap Nasabah tersebut pihak bank bersikeras untuk tidak membayar sepeserpun kepada 27 nasabah yang menggugat bank tersebut. Seharusnya bank tersebut berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme, karena satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Dengan adanya kejadian ini dapat memberikan imbas kepada bank-bank lain, dimana kasus ini menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional, sehingga kasus Bank Mutiara ini tidak hanya merugikan bank itu sendiri melainkan dapat merugikan dunia perbankan Indonesia.

4.    Kompetensi dan Kehati-hatian
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan. Selain itu juga memiliki ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Bank Mutiara tidak berhati-hati dalam pelaksanaan tugasnya, sehingga berdampak pada kerugian yang diterima nasabah.

5.    Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Bank Mutiara pun melanggar poin ini yang menyebabkan reputasi Bank Mutiara menjadi tidak baik dikalangan masyarakat.


Referensi: