Selasa, 22 Maret 2016

Stabilitas Moneter, Bukan Hanya Sekedar Wacana!

09.29 Posted by aghiadani No comments
Untuk sebuah Negara, Negara kita tercinta sendiri contohnya, stabilitas moneter merupakan sesuatu yang sangat ingin dicapai demi memelihara kesinambungan pertumbuhan nasional yang berdasarkan keadilan. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Begitu pula dengan pencapaian stabilitas moneter tersebut. Dengan adanya UU No. 24 Tahun 1999 pencapian stabilitas tersebut dapat didukung melalui sistem devisa dan sistem nilai tukar. Seperti yang kita ketahui devisa merupakan suatu alat dan sumber pembiayaan yang penting bagi bangsa dan Negara. Oleh karena itu pemilikan dan penggunaan devisa serta sistem nilai tukar perlu diatur sebaik-baiknya untuk memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran dengan luar negeri.

Dalam penulisan ini akan dibahas mengenai definisi hukum, unsur-unsur hukum, ciri-ciri hukum, tujuan hukum, kodefikasi hukum, 12 macam pembagian hukum yang selanjutnya akan dikaitkan dengan UU No. 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

PENGERTIAN HUKUM
Mungkin kita sudah sangat terbiasa mendengar kata hukum, bahkan kita pun terikat oleh hukum. Hukum tidak dapat kita lihat, namun sangat penting bagi kehidupan bermasyarat karena mengatur hubungan antara anggota masyarat dengan masyarakat. Meskipun tidak dapat dilihat namun hukum dapat kita rasakan. Apapun hal yang kita lakukan, apabila itu melanggar norma atau peraturan yang ada pasti akan berurusan dengan yang namanya hukum. Apabila sudah terjerat hukum, pasti ada pula sanksi tertentu yang akan dikenakan. namun, apakah kita tahu sebenarnya apa hukum tersebut? Darimana  asalnya hukum?

Banyak para ahli hukum berpendapat mengenai hukum, namun sesungguhnya definisi tentang hukum menurut Prof. Van Apeldoorn adalah sangat sulit untuk dibuat, karena itu tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai kenyataan. Menurut salah satu sarjana hukum yakni Prof Mr. E.M. Meyers dalam bukunya yang berjudul “De Algeme begrifen van het Burgerlijk Recht”, hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingakh laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugas-nya.

Namun, definisi dari para sarjana hukum ternyata belum dapat memuaskan semua pihak. Walaupun tak mungkin diadakan suatu batasanyang lengkap tentang apakah hukum itu, namu Drs. E. Utrecht, SH dalam bukunya yang berjudul, “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”(1983) telah mencoba suatu batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang yang mempelajari Ilmu Hukum. Dalam bukunya ia memberikan batasan Hukum sebagai berikut, hukum itu adalah himpunan peratura-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Pada buku lain yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum” oleh S.M Amin, SH, didefinisikan bahwa hukum ialah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu sebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terperlihara.

UNSUR-UNSUR HUKUM
Telah dijelaskan diatas mengenai perumusan tentang definisi hukum, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hukum meliputi beberapa unsur yakni;
a.    Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b.    Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c.     Peraturan itu bersifat memaksa
d.    Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, unsur-unsur hukum terlihat sangat jelas. Dimana dalam peraturan tersebut tertuang kebijakan yang mengatur sistem devisa dan sistem nilai tukar yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral Indonesia yang telah disetujui dan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sebagai mana halnya peraturan dibuat untuk dipatuhi dan harus dilaksanakan. Apabila tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi berupa sanksi pidana dan administratif yang tegas sebagai mana tertuang dalam UU No. 24 Tahun 1999.

CIRI CIRI HUKUM
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus mengenal ciri-ciri hukum yaitu:
a.    Adanya perintah dan/atau larangan
b.    Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditati setiap orang

Setiap orang wajib bertindah sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara demgan sebaik-baiknya. Oleh karena itu hukum meliputi pelbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan dengan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan Kaidah Hukum
Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaedah Hukum akan dikenakan sanksi (sebagai kibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang berupa hukuman.
Hukuman atau pidana bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah;
a.    Pidana pokok yang terdiri dari;
1.     Pidana mati
2.     Pidana penjara
a.    Seumur hidup
b.    Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu.
3.     Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi tingginya satu tahun
4.     Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5.     Pidana tutupan
b.    Pidana tambahan, yang terdiri dari:
1.     Pencabutan hak-hak tertentu
2.     Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3.     Pengumuman keputusan hakim

Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai ciri ciri hukum, UU no. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar telah memenuhi kriteria sebagai sebuah hukum yakni berisikan sebuah perintah yang mengatur lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar yang ada di Indonesia. Peraturan memiliki sifat memaksa untuk setiap individu/lembaga yang terkait sehingga harus ditaati. Sanksi tegas pun yang berupa sanksi pidana dan administratif akan diberlakukan apabila isi dari kebijakan tidak dilaksanakan sebagai mana mestinya.

TUJUAN HUKUM
Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Untuk menjaga peraturan-peraturan  itu dapat berlangasung terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Dalam buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” oleh Prof. Subekti SH, dijelaskan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah; mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadilan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.
Dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”.
Setiap aturan dibuat pasti memiliki tujuan tertentu. Sama halnya dengan UU No. 24 tahun 1999 memiliki tujuan untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional berdasarkan keadilan yang merata dan diarahkan untuk terwujudnya perekonomian nasional yang bernafaskan kerakyatan, mandiri, andal dan mampun bersaing dalam kancah internasional yang ditunjang dengan sistem devisa dan nilai tukar yang mendukung stabilitas moneter guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Hal tersebut juga sudah sesuai dengan tujuan Negara kita yang tercantum dalam Pancasila sila ke-5,”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
           
SUMBER-SUMBER HUKUM
Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata merupakan pengertian dari sumber hukum. Kita dapat meninjaunya dari 2 segi yakni segi material dan segi formal
Sumber-sumber hukum material dapat pula ditinjau dari beberapa sudut misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contohnya dari sudut ekonomi dijelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Beda halnya apabila ditinjau dari sudut sosiologi bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Sehingga dalam segi material tidak dapat ditentukan satu rumusan mengenai sumber hukum karena itu tergantung dari masing masing sudut pandang.
Yang kedua, sumber-sumber hukum formal yakni undang undang (statue), kebiasaan (costum), keputusan-keputusan hakim (Jurisprudentie), traktat (treaty) dan pendapat sarjana hukum (doktrin)
UU no.24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar apabila dilihat dari segi hukum formal merupakan Undang-undang(statue) karena bersumber dari negara yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.

PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1)    Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau pada bersumber Undang-Undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan perundangan di Indonesia terdiri dari;
a.    Undang-Undang Dasar (UUD)
b.    Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang Darurat
c.     Peraturan Pemerintah tingkat Pusat
d.    Peraturan Pemerintah tingkat Daerah
2)    Masa Setelah Dekrit Presiden
Adapun bentuk dana tata-urutan peraturan perundangan Republik Indonesia sekarang ini menurut ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 (kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah sebagai berikut:
a.    Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945)
b.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
c.     Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang (PERPU)
d.    Peraturan Pemerintah
e.    Keputusan Presiden (KEPRES)
f.      Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya

KODEFIKASI HUKUM
Apabila dilihat dari segi bentuk, hukum dapat dibedakan menjadi 2 yakni hukum tertulis (Statue Law = Written Law) dan hukum tak tertulis (Unstatuery Law = Unwritten Law). Hukum tertulis merupakan hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan. Namun hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan)
Hukum tertulis ada yang dikodefikasikan adapula yang belum. Kodefikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Tujuan kodefikasi pada hukum tertulis ialah untuk memperoleh kepastian, penyederhanaan dan kesatuan hukum.
Terlihat sangat jelas bahwa UU no. 24 Tahun 1999 merupakan sebuah hukum tertulis. Dari segi fisik pun kita dapat melihat bahwa peraturan tersebut jelas tertulis dan kitapun dapat membacanya. Apabila dikodifikasi UU No. 24 Tahun 1999 termasuk dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), dimana dalam kitab tersebut berisikan hukum-hukum yang mengatur persoalan dalam perniagaan yang timbul karena tingkah lalu manusia dalam bidang tersebut. Atau dapat dikatakan juga hukum dagang menurut H.M.N Puwosutipjo.S.H hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.

12 MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
1.     Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat difinisi singkat meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian, yakni;

1)    Menurut sumbernya hukum dapat dibagi dalam;
a.      Hukum Undang-Undang,
b.      Kebiasaan (Adat)
c.       Traktat
d.      Jurisprudensi.

2)    Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
a.    Hukum Tertulis, hukum ini dapat pula merupakan
1.     Hukum tertulis yang dikodefikasikan
2.     Hukum tertulis tak dikodefikasikan
b.    Hukum Tak Tertulis (Hukum Kebiasaan)

3)    Menurut tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam;
a.    Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara
b.    Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
c.     Hukum asing yaitu hukum yang berlaku dinegara lain
d.    Hukum gereja yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya

4)    Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam
a.    Ius Contitutum (Hukum positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu
b.    Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang
c.     Hukum Asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun diseluruh tempat.
Ketiga hukum ini merupakan hukum duniawi.

5)    Menurut cara mempertahankannya hukum dapat dibagi dalam;
a.    Hukum material, yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan
b.    Hukum Formal/hukum proses atau hukum acara yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan. Contoh: hukum acara pidana dan hukum acara perdata.

6)    Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam;
a.    Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang keadaan bagaimanapun harus mempuanyai paksaaan mutlak
b.    Hukum yang mengatur (Hukum pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian

7)    Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam;
a.    Hukum objektif, yaitu hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu, atau dengan kata lain hanya mengatur hubungan-hukum antara dua orang atau lebih
b.    Hukum subjektif(HAK), hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih

8)    Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam:
a.    Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antar orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan
b.    Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan Negara atau hubungan Negara dengan perseorangan (warga Negara)

2.     Hukum Sipil dan Hukum Publik
Dari segala macam hukum yang disebut diatas, yang penting ialah hukum sipil dan hukum public.
1)    Hukum Sipil (Hukum Privat), terdiri dari
a.    Hukum Sipil dalam arti luas , yang meliputi;
1.     Hukum perdata
2.     Hukum dagang
b.    Hukum Sipil dalam arti sempit yang meliputi: hukum perdata saja

2)    Hukum Publik itu terdiri dari:
a.    Hukum Tata Negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu Negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain dan hubungan antara Negara (Pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah swatanra)
b.    Hukum administrasi Negara (hukum tatausaha Negara atau hukum tata pemerintahan) yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan Negara
c.     Hukum pidana (pidana = hukum) yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melarang serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. Paul Schoten dan Logeman menganggap hukum pidana tidak termasuk hukum public.
d.    Hukum Internasional yang terdiri dari:
a)    Hukum perdata internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara-warganegara sesuatu Negara dengan warganegara-warganegara dari Negara lain dalam hubungan internasional
b)    Hukum public internasional (hukum antara warga) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara nefara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam Hubungan Internasional

3.     Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
a.     Perbedaan isinya:
a)    Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu degna orang yang lain degan menitik beratkan kepada kepentigan perseorangan
b)    Hukum pidana hubungan hukum antara seorang anggota masyarakat (warga Negara) degna Negara yang mengusai tata tertib masyarakat itu

b.     Perbedaan Pelaksanaannya
a)    Pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang merasa dirugikan
b)    Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umunya tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma hukum pidana (detik = tindak pidana) maka alat-alat perlengkapan Negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak.

c.     Perbedaan penafsiran:
a)    Hukum perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interpretasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata
b)    Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum pidana hanya mengenal penafsiran authentuik, yaitu penafsiran yang tercantukm Undang-undang hukum pidana itu sendiri

4.     Perbedaan Acara Perdata (Hukum Acara Perdata) dengan acara Pidana (Hukum Acara Pidana)
a.     Perbedaan mengadili
a)    Hukum acaran perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata
b)    Hukum Acara Pidana mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara dimuka pengadilan oleh hakim pidana

b.     Perbedaan pelaksanaan
a)    Pada acara perdata, inisiatif dating dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan
b)    Pada acara pidana inisiatifnya itu dating dari penuntut umum (jaksa)

c.     Perbedaan penuntutan
a)    Pada acara perdata yang menuntut sitergugat adalah pihak yang dirugikan, penggugat berhadapan dengan tergugat. Tidak terdapat penuntut umum atau jaksa
b)    Dalam acara pidana jaksa menjadi penuntut terhadap si terdakwa. Jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili Negara, berhadapan dengan si terdakwa. Jadi disini terdapat seorang jaksa

d.     Perbedaan alat-alat bukti
a)    Dalam acara perdata sumpah merupakan alat pembuktian (terdapat 5 alat bukti: tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah)
b)    Dalam acara pidana cuma ada 4 kecuali sumpah

e.     Perbedaan penarikan kembali suatu perkara
a)    Dalam acara perdata sebelum ada keputusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan boleh menarik kembali perkaranya
b)    Dalam acara pidana tidak dapat ditarik kembali

f.      Perbedaan kedudukan para pihak
a)    Dalam acara perdata, pihak-[ihak mempunyai kedudukan yang sama. Hakim bertindak hanya sebagai wasit dan bersifat pasif
b)    Dalam acara pidana jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa. Hakim juga turut aktif

g.     Perbedaan dalam dasar putusan hakim
a)    Dalam acara perdata, putusan hakim cukup dengan mendasarkan diri dengan kebenaran formal saja (akta tertulis dan lain-lain)
b)    Dalam acara pidana, putusan hakim harus mencari kebenaran material (menurut keyakinan, perasaan keadilan hakim sendiri)

h.     Perbedaan macamnya hukuman
a)    Dalam acara perdata tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda, atau hukuman kurungan sebagai pengganti denda
b)    Dalam acara pidana, terdakwa terbukti kesalahannya dipidana mati, penjara, kurungan denda, mungkin ditambah pidana tambahan seperti: dicabut hak-hak tertentu dan lain-lain.

i.      Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan tingakt banding)
a)    Bandingan perkara perdaata dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut Appel
b)    Bandingan perkara pidana dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggir disebut revisi

5.     Golongan Hukum Perdata lainnya
                Hukum perdata itu berlaku terhadap penduduk dalam suatu Negara yang tunduk pada hukum perdata yang berlainan, maka yang berlaku adalah Hukum perselisihan atau hukum koalisi atau hukum konflik atau hukum antar tata hukum. Hukum perselisihan adalah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah atau hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut lebih dari satu sistem hukum. Berikut beberapa jenis dari hukum perselisihan:

a.    Hukum antar golongan atau hukum intergentil
b.    Hukum antar tempat atau hukum interlocal
c.     Hukum antara bagian atau hukum interregional
d.    Hukum antar agama atau hukum interreligious
e.    Hukum antar waktu atau hukum intemporal = hukum transistor

6.     Hukum yang dikodefikasikan dan Hukum yang tidak dikodefikasikan
a.     Hukum tertulis yang telah dikodefikasikan misalnya:
a)    Hukum pidana, yang telah dikodefikasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
b)    Hukum sipil yang telah dikodefikasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) pada tahun 1848
c)     Hukum dagang yang telah dikodefikasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada tahun 1848
d)    Hukum acara pidana yang telah dikodefikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pada tahun 1981

b.     Hukum tertulis yang tidak dikedefikasikan misalnya:
a)    Peraturan tentang Hak Merek Perdagangan
b)    Peraturan Tentang Hak Oktroi (hak menemukan dibidang industri)
c)     Peraturan tentang Hak Cipta (auteurstecht)
d)    Peraturan tentang Ikatan Perkreditan
e)    Peraturan tentang Ikatan Panen
f)     Peraturan tentan Kepailitan
g)    Peraturan tentang Penundaan Pembayaran (dalam keadaan pailit)

                   Peraturan peraturan ini berlaku sebagai peraturan-peraturan dalam bidang hukum dagang dan merupakan hukum dagang yang tidak dikodefikasi. Ringkasnya ditinjau dari segi bentuknya, maka hukum itu dapat dibagi dalam:
a.     Hukum tertulis
a)    Yang dikodefikasikan
b)    Yang tidak dikodefikasikan
b.    Hukum tak tertulis (Hukum kebiasaan), di Indonesia hukum kebiasaan (Common Law) disebut Hukum adat (Adat Law)

KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF PADA UU NO. 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR

Pasal 6
Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diancam dengan pidana denda sekurang- kurangnya Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 7
1)   Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Indonesia berwenang menetapkan sanksi administratif terhadap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). 


2)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.    Teguran tertulis; atau
b.    Denda; atau
c.     Pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang berwenang apabila pelanggaran dilakukan oleh badan usaha. 


3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. 


Dalam UU No. 24 Tahun 1999 ini dijelaskan bahwa dalam mencapai suatu stabilitas moneter yang nantinya dapat membuat kesinambungan pembangunan nasional dapt ditunjang melalui sistem devisa dan sistem nilai tukar. Devisa merupakan salah satu alat dan sumber pembiayaan yang penting bagi bangsa dan Negara. Oleh karena itu, pemilikan dan penggunaan devisa serta sistem nilai tukar perlu diatur sebaik-baiknya untuk memperlancar lalu lintas perdagangan, investasi dan pembayaran luar negeri. Yang dimaksud dengan lalu lintas devisa yakni perpindahan asset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan asset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk.  Dalam hal ini penggunaan devisa untuk keperluan transaksi dalam negeri telah diatur dalam undang undang tentang Bank Indonesia.
Selain sistem devisa, sistem nilai tukar pun berpengaruh dalam mencapai stabilitas moneter. Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia telah mengajukan sistem nilai tukar pada pemerintah yang berlaku di Indonesia dan menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan sistem nilai tukar yang diajukan.


Referensi