Definisi Etika Menurut
Para Ahli
Menurut K. Bertens dalam buku pengantar
etika bisnis, definisi etika dapat terbagi menurut tiga sudut pandang,
yaitu etika sebagai praksis, etika sebagai refleksi, dan etika sebagai
ilmu.
Etika sebagai praktis adalah nilai nilai
dan norma-norma moral sejauh dipraktekan atau justru tidak dipraktekan,
walaupun seharusnya dipraktekan. Sehingga etika dalam sebagai praksis
dapat dikatakan sebagai apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai
dengan nilai dan norma moral yang dengan kata lain etika dalam sudut
pandang praksis berarti moral atau moralitas.
Etika sebagai refleksi berarti pemikiran
moral. Dengan demikian maka dalam sudut pandan refleksi, kita berfikir
tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan
dan tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika
sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai obyeknya. Etika
sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang.
Etika dalam sudut pandang ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun
ilmiah.
Etika Sebagai Ilmu Mempunyai tradisi yang
sudah lama. Tradisi ini sama panjangnya dengan sejarah seluruh filsafat.
Karena etika dalam cabang ini merupakan suatu cabang filsafat. Karena itu
etika sebagai ilmu sering disebut sebagai filsafat moral atau etika
filosofis. Pada permulaan filsafat pada zaman Yunani kuno etika filosofis
sudah mencapai mutu yang mengagumkan pada Sokrates, Plato, dan
Aristoteles. Tradisi tersebut berlangsung terus selama 25 abad lebih,
sampai pada hari ini.
Etika ini tidak hanya ada dalam
kehidupan sosial tapi juga dalam profesi. Dalam dunia profesi etika lebih
sering disebut dengan kode etik. Kode etik ini digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan pekerjaan agar berjalan dengan baik.
Setiap profesi pun tentu saja memiliki kode etik tertentu, termasuk
dalam hal ini profesi sebagai akuntan. Dimana etika tersebut mengatur bagaimana
layaknya seorang akuntan melakukan pekerjaannya. Berikut penjabaran mengenai
prinsip dasar dalam kode etik akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), antara lain:
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri
utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah
untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan
tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan
untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan.
Selain itu juga memiliki ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan
Prinsip ini menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Seorang akuntan berkewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggung jawabnya
kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap kegiatan
harus mengikuti standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, berkewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Contoh Kasus
Pelanggaran Kode Etik Pada Bank Mutiara Terhadap Nasabah Tahun 2012
Bank Mutiara tidak akan membayar sepeserpun kepada 27 nasabah
yang menggugat melalui Pengadilan Negeri Surakarta ataupun nasabah lainnya
dalam kasus pembelian reksadana Antaboga. Bank Mutiara berpegang pada hasil
putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara gugatan Wahyudi Prasetio terhadap PT
Bank Century, Tbk yang kini bernama PT Bank Mutiara, Tbk.
"Kami tidak akan membayar sepeserpun karena mereka bukan
nasabah Bank Century, melainkan PT Antaboga Delta Securitas Indonesia. Tidak
perlu menagih-nagih lagi karena tidak akan kami bayar. Kami pakai dasar kasus
di Surabaya, MA memutuskan Bank Mutiara tidak perlu membayar gugatan
nasabah," papar kuasa hukum Bank Mutiara, Mahendradatta, di Kota Solo,
Jawa Tengah, Rabu (28/11/2012).
Mahendradatta didampingi Sekretaris Perusahaan Bank Mutiara
Rohan Hafas. Menurut Mahendradatta, pihaknya akan mengajukan permohonan
penundaan eksekusi kepada Pengadilan Negara (PN) Surakarta. Surat permohonan
rencananya akan disampaikan hari Senin pekan depan.
Salah satu nasabah, Sutrisno, yang tergabung dalam Forum
Nasabah Bank Century, mengatakan, pihaknya telah mengajukan sita eksekusi
kepada PN Surakarta karena Bank Mutiara dinilai tidak beritikad baik memenuhi
putusan hukum untuk membayar nasabah. "Soal nasabah Antaboga yang
dikatakan bukan nasabah Century itu lagu lama. Dalam sidang di Pengadilan Negeri
Surakarta itu terbantahkan," tutur Sutrisno.
Kuasa hukum Forum Nasabah Bank Century Solo, Herkus Wijayadi,
mengatakan, upaya peninjauan kembali tidak menghalangi sita eksekusi, terlebih
hanya surat permohonan penundaan sita eksekusi. "Apa yang terjadi di Surabaya
tidak bisa dijadikan yurisprudensi untuk kasus nasabah di kota lain karena
kasusnya tidak persis sama. Kalau dikatakan ada nasabah yang tanda tangan
perjanjian dengan kop PT Antaboga, di Solo tidak terjadi demikian dan itu sudah
terbukti di pengadilan," ungkap Herkus.
Analisis
Berdasarkan kasus diatas kita dapat melihat dengan jelas
bahwa Bank Mutiara melakukan pelanggaran dalam etika profesi dan tidak sesuai
dengan prinsip dasar dalam kode etik yang seharusnya dijadikan pegangan.
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Seharusnya Bank
Mutiara bertanggung jawab kepada semua pemakai baik produk maupun jasa dari
bank. Pihak bank pun tidak memberi informasi kepada para nasabah jikalau produk
yang ditawarkan bukan produk mereka dan mereka hanya memasarkan saja. Sehingga
nasabah pun tidak tahu kemana meminta pertanggung jawaban kedepannya apabila
ada risiko risiko yang terjadi.
2. Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme. Dalam kasus Bank Mutiara jelas terlihat bahwa tidak menunjukkan
kepercayaan kepada para nasabah. Seharusnya pihak Bank Mutiara menjelaskan
secara rinci, risiko-risiko yang dapat terjadi di masa yang akan dating terkait
dengan produk yang ditawarkan, mengingat Bank Mutiara dan Antaboga merupakan
entitas yang berbeda dan terpisah secara hukum. Namun, hal tersebut tidak
dilakukan karena Bank Mutiara pada saat itu disinyalir ikut meraup untung atas
kerjasamanya, serta tidak memikirkan risiko tersebut ke depan.
3.
Integritas
Integritas
adalah prinsip yang
melandasi kepercayaan publik. Pada kasus Bank Mutiara terhadap Nasabah tersebut
pihak bank bersikeras untuk tidak membayar sepeserpun kepada 27 nasabah yang
menggugat bank tersebut. Seharusnya bank tersebut berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik,
dan menunjukan komitmen atas profesionalisme, karena satu ciri utama dari suatu
profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Dengan adanya kejadian
ini dapat memberikan imbas kepada bank-bank lain, dimana kasus ini menyebabkan
hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional, sehingga kasus
Bank Mutiara ini tidak hanya merugikan bank itu sendiri melainkan dapat
merugikan dunia perbankan Indonesia.
4.
Kompetensi
dan Kehati-hatian
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan. Selain
itu juga memiliki ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional dan teknik yang paling mutakhir. Bank Mutiara tidak berhati-hati
dalam pelaksanaan tugasnya, sehingga berdampak pada kerugian yang diterima
nasabah.
5.
Perilaku
Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Bank Mutiara pun
melanggar poin ini yang menyebabkan reputasi Bank Mutiara menjadi tidak baik
dikalangan masyarakat.
Referensi: